Truk Roda Enam dan Lebih Tidak Boleh Mengisi Solar Bersubsidi, Benarkah? Jumat, 11/03/2022 | 15:54
Salah satu kendaraan lebih dari 6 roda masuk ke area SPBU beberapa hari lalu.
Pekanbaru - Anggota Dewan Pertimbangan Kadin Indonesia Arsyadjuliandi Rachman mengimbau kepada asosiasi-asosiasi perusahaan truk angkutan untuk melakukan negosiasi ulang dengan industri.
Anggota Komisi II DPR RI ini menyebutkan, peraturan pemerintah telah mengatur truk roda enam dan lebih tidak boleh mengisi solar bersubsidi.
Faktanya, memang ribuan truk besar beroperasi di Riau sebagai mitra dari industri besar. Mulai dari kehutanan, perkebunan, pertambangan serta minyak dan gas. Serta industri besar lainnya seperti semen, besi, pabrik pabrik. Juga transportasi industri lainnya.
Sementara nilai kontrak pengangkutan mereka diyakini masih menggunakan ongkos BBM bersubsidi. Sehingga di lapangan truk besar berburu solar bersubsidi di SPBU karena harganya jauh lebih murah.
"Kita coba tawarkan solusi jalan keluar dari hulu agar solar bersubsidi ini tepat sasaran. Kalau harga kontrak angkutan dengan industri industri itu sudah menggunakan komponen biaya BBM industri, saya pikir, bisa meminimalisir penggunaan solar bersubsidi," lanjut Andi.
harga komoditi industri besar di Riau sedang sangat bagus. Jadi, memungkinan untuk negosiasi ulang harga angkutan yang tidak menyedot BBM jenis solar bersubsidi. Karena memang, hampir 60 persen biaya jasa angkutan untuk BBM.
Kalau asosiasi tidak bisa bernegosiasi dengan industri tadi, bisa minta pemerintah untuk memediasi. Karena memang tujuannya agar solar bersubsidi bisa dipakai oleh masyarakat umum yang lebih berhak.
Walaupun, diakuinya tidak akan menghilangkan 100 persen penggunaan solar bersubsidi oleh truk yang tidak berhak. Makanya kemudian diikuti dengan pengawasan yang diperketat.
"Untuk itu, kita harus ikut mengawasi kalau kendaraan kendaraan industri tadi tidak boleh menikmati solar bersubsidi. Ini harus diawasi bersama," ujarnya.
Andi Rachman juga minta Hiswana Migas segera mensosialisasikan berbagai peraturan terkait pembatasan penjualan solar bersubsidi kepada anggotanya pengusaha SPBU. Dengan aturan yang jelas, tidak ada lagi gesekan di lapangan.
Harus ada koordinasi yang baik antara Hiswana, Pertamina dan Pemerintah kabupaten kota sehingga penjualan solar bersubsidi tepat sasaran. Tidak dinikmati oleh kendaraan yang tidak semestinya mendapat solar bersubsidi.
Sementara itu, Tuah Laksamana Negara, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Swasta Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Riau mengatakan pihaknya akan kembali mengingatkan seluruh pengusaha SPBU terkait Surat Edaran Gubernur No 272/SE/DESDM/2021 14 Desember 2021 tentang Pengendalian Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Jenis Minyak Solar Bersubsidi di Riau untuk terus disosialisasikan.
Dengan surat edaran ini, diharapkan solar bersubsidi lebih tepat sasaran lagi peruntukannya. Surat edaran ini sebagai pegangan bagi petugas SPBU di lapangan untuk menghindari gesekan dengan konsumen yang tidak berhak.
Adapun dalam surat edaran tersebut disebutkan sejumlah aturan terkait penyediaan, pendistnbusian dan harga jual eceran BBM mengacu kepada kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) Jenis Minyak Solar Bersubsidi di Provinsi Riau.
Kendistnbusian JBT Jenis Minyak Solar Bersubsidi di penyalur SPBU agar tepat sasaran dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Kendaraan dinas milik instansi pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/Kota, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, TNI/Polri dilarang menggunakan JBT Jenis Minyak Solar Bersubsidi, kecuali kendaraan untuk pelayanan umum seperti mobil ambulance, mobil jenazah, mobil pemadam kebakaran dan mobil pengangkut sampah.
2. Kendaraan yang digunakan untuk mengangkut hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan termasuk dan tidak terbatas pada angkutan CPO, angkutan kayu. angkutan tambang batuan dan batu bara, angkutan mixer semen baik keadaan bermuatan atau kosong dilarang menggunakan JBT Jenis Minyak Solar Bersubsidi.
3. Untuk keperluan usaha mikro, usaha perikanan, usaha pertanian transportasi air dan pelayanan umum dilarang menggunakan JBT Jenis Minyak Solar Bersubsidi tanpa
melampirkan surat Rekomendasi dari instansi/dinas yang berwenang
4. Pembelian dengan menggunakan jeriken atau sejenisnya dilarang, kecuali untuk keperluan usaha sebagaimana dimaksud pada point 3 dengan syarat melampirkan surat rekomendasi dan instansi/ dinas yang berwenang.
5. Penerbitan surat rekomendasi yang dimaksud pada poin 3 dan 4 mengacu kepada Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 tentang Penerbitan Surat Rekomendasi Perangkat Daerah untuk Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.
6. Batas pembelian JBT Jenis Minyak Solar Bersubsidi sebagai berikut: a. Kendaraan pribadi roda 4 (empat) paling banyak 40 liter/hari/kendaraan b. Kendaraan umum angkutan orang atau barang roda 4 (empat) paling banyak 60 liter/hari/kendaraan c. Kendaraan umum angkutan orang atau barang roda 6 (enam) atau lebih paling banyak 100 liter/hari/kendaraan.
7. PT Pertamina Patra Niaga dan Hiswana Migas wajib menyediakan Jenis Minyak Solar non Subsidi dalam jumlah yang cukup di setiap penyalur SPBU untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menganlisipasi antrian.
8. Untuk terlaksananya surat edaran ini pemerintah Provinsi Riau, pemerintah kabupaten/ kota se-Provinsi Riau, instansi/ dinas pemberi surat rekomendasi pembelian JBT Jenis Minyak Solar Bersubsidi, PT. Pertamina Patra Niaga, dan Hiswana Migas Wilayah Riau diminta melaksanakan sosialisasi, pembinaan, pengawasan, dan penertiban bersama pihak kepolisian setempat.
9. Badan usaha dan/ atau masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin 1 sampai dengan 8 dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. Pada saat surat edaran ini diterbitkan, maka Surat Edaran Gubernur Riau Nomor 199/SE/2019 tentang Himbauan Sosialisasi dan Pembatasan Penggunaan Jenis BBM Tertentu Serta Jenis BBM Khusus Penugasan Sesuai Peruntukan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Arsyadjuliandi Rachman menyampaikan himbauan ini sebagai salah satu upaya pencegahan terjadinya penyaluran solar bersubdisi tidak tepat sasaran, selama ini diduga truk besar yang beroperasi di Riau banyak menikmati solar bersubsidi. (Ben)