Jakarta - Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 13 permohonan penghentian penututan berdasarkan keadilan restoratif.
Adapun 13 permohonan penghentian penututan yaitu:
1. Tersangka Eka Juniarti, binti Wahad dari Cabang Kejari Sambas di Pemangkat tentang penganiyaan; 2. Tersangka Sandy Teguh Pribadi bin Adun (Alm) dari Kejari Tasikmalaya, tentang penggelapan dalam jabatan; 3. Tersangka Amrin bin Bujang dari KejariMuaro Jambi, tentang penadahan; 4. Tersangka Hendra Yanto Sinaga anak dari Sianga Marudut, dari Kejari Muaro Jambi tentang pencurian; 5. Tersangka I Hitachi anak dari Saut Parlindungan Siahaan, Tersangka II Hendra Saputra alias Otoy bin Herman dan tersangka III, Yoga Fahrian alias Yoga bin Husaini, dari Kejari Tanjung Jabung Barat tentang penggelapan; 6. Tersangka Bassok Arrahman alias Basok bin Rustam , dari Kejari Tanjung Jabung Barat tentang penadahan; 7. Tersangka Mat Ripiddin,BA bin H. Nazari, dari Kejari Sungai Penuh tentang penganiayaan; 8. Tersangka Adi Umbu Kabubu Mehang Jawa alias Adi Umbu, dari Kejari Sumba Timur tentang penganiayaan; 9. Tersangka Habib Umbu Ndima Wikar alias Bapa Ade, dari Kejari Sumba Timur tentang penganiayaan; 10. Tersangka Diki Talumbani alias Bapa Anto, dari Kejari Sumba Timur tentang penganiayaan; 11. Tersangka Jendrit Tefnay, dari Kejari Timur Tengah Selatan tentang penganiayaan; 12. Tersangka Kristoforus Demo Tukan alias Demo, dari Kejari Flores Timur tentang penganiayaan; 13. Tersangka Hendrikus Kolo alias Hendrik dari Kejari Timur Tengah Utara tentang penganiayaan.
Menurut JAM-Pidum Dr.Fadil Zumhana, dari 13 Tersangka dengan kasus ada yang berbeda diberikan penghentian penututan beradasakan keadilan restoratif diantaranya:
* Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; * Tersangka belum pernah dihukum; * Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; * Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (Lima) tahun; * Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; * Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan itimidasi; * Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak membawa manfaat yang lebih besar; * Pertimbangan Sosiologis; * Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya JAM-Pidum memerintahkan, kepada Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan surat ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdsarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat edaran JAM-Pidum Nomor:01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Pebruari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian Hukum.(Zai)