Jakarta - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 2 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
1. Tersangka Mizwar alias Ijal dari Kejaksaan Negeri Buol, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
2. Tersangka Arie Nata Kristian alias Ari bin (Alm.) Agusdin dari Kejaksaan Negeri Jambi, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; • Tersangka belum pernah dihukum; • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; • Pertimbangan sosiologis; • Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Rls)