Ketua MPR RI: Jika Tidak Disikapi dengan Bijaksana, Kemajemukan Dapat Berujung Perpecahan Selasa, 19/07/2022 | 11:00
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat Sosialisasi pentingnya keragaman budaya di Indonesia di Puri Ageng Blahbatuh Gianyar Bali, Senin (18/7/2022). Foto:MPR
Jakarta - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menghadiri Sosialisasi pentingnya keragaman budaya di Indonesia di Puri Ageng Blahbatuh Gianyar Bali, Senin (18/7/2022).
Bambang Soesatyo menilai keragaman budaya di Indonesia merupakan fitrah kebangsaan. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, Indonesia memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi, dengan 1.340 suku, 733 bahasa, 6 agama, dan puluhan aliran kepercayaan lainnya.
"Tingginya tingkat kemajemukan ini, di satu sisi menempatkan kita dalam posisi rentan terhadap ancaman perpecahan. Jika tidak disikapi dengan bijaksana, kesalahan dalam mengelola kemajemukan dapat berujung pada lunturnya kohesi kebangsaan yang dapat bermuara pada disintegrasi bangsa," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Selasa (19/7/2022).
Lebih lanjut, Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan merujuk pada konstitusi, amanat membangun ketahanan budaya memiliki landasan yuridis yang fundamental, khususnya di pasal 32 UUD NRI 1945. Setidaknya, terdapat dua prinsip dasar yang tersirat.
Pertama, penegasan tentang pengakuan dan penghormatan terhadap identitas budaya dan hak masyarakat tradisional oleh negara. Kedua, amanat kepada negara untuk menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
"Dalam konteks pemajuan kebudayaan, globalisasi seharusnya tidak semata-mata dipandang sebagai ancaman. Tetapi, justru harus kita manfaatkan sebagai peluang bagi budaya Indonesia untuk dapat memberi kontribusi terhadap pembentukan peradaban dunia," katanya.
Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini pun mengatakan keragaman budaya juga dapat diartikan sebagai kekayaan yang dapat melengkapi satu sama lain.
Meskipun bangsa Indonesia memilih bentuk negara kesatuan, namun bukan berarti makna keragaman budaya tersebut harus diseragamkan. Adapun hal ini juga perlu diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sebagai khasanah kekayaan bangsa.
Prinsip dan visi kebangsaan harus mampu mempertemukan kemajemukan dan ketahanan budaya dalam semangat kebersamaan. Paradigma inilah yang dibangun oleh Puri Ageng Blahbatuh, yang memprakarsai untuk menghadirkan narasi-narasi kebangsaan dengan melibatkan tokoh-tokoh dan lembaga lembaga adat, melalui kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.
Di sosialisasi ini, Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia ini pun mengingatkan soal ancaman terhadap eksistensi budaya bangsa, baik dari faktor eksternal maupun internal. Soal ancaman dari faktor internal kurangnya upaya intens dan serius dalam menghadirkan diskursus kebudayaan juga menjadi penyebab 'menjauhnya' kebudayaan dari ruang publik.
Bamsoet mejelaskan, budaya Indonesia pernah memiliki pengalaman tidak menyenangkan ketika budaya Nusantara coba diakui sebagai budaya milik negara lain.
Antara lain alat musik Sasando dari Nusa Tenggara Timur, wayang kulit dan batik dari Jawa Tengah, lagu Rasa Sayange dari Maluku, angklung dari Jawa Barat, makanan Rendang dari Sumatera Barat, termasuk juga Tari Pendet dari Bali.
Keberadaan lembaga adat seperti halnya puri-puri di Bali, memiliki kontribusi penting sebagai pusat pengembangan kebudayaan daerah, sekaligus sebagai benteng ketahanan dan kedaulatan budaya nasional.
Turut hadir antara lain Kepala Dinas Potensi Maritim Angkatan Laut Laksma TNI Suradi Agung Slamet, Penglingsir Puri Ageng Blahbatuh Anak Agung Ngurah Alit Kakarsana beserta para Penglingsir Puri se-Bali. (Mca)