Jejak Takdir: Menemukan Makna dalam Setiap Langkah Sabtu, 07/12/2024 | 09:20
Nursalim, M.Pd., Ketua Ikatan Wartawan Online Indonesia Provinsi Kepulauan Riau.
Batam - Malam itu, langit Batam terasa begitu pekat, hanya diterangi oleh kilatan cahaya pesawat yang meluncur menuju ibu kota. Di kursi 15B pesawat Super Air Jet, aku duduk terdiam, memandang keluar, menyelami perasaan yang datang bersama perjalanan panjang ini. Perjalanan ini bukan sekadar menuju Jakarta, tetapi juga menuju pemahaman yang lebih dalam tentang hidup, tentang takdir, dan tentang bagaimana setiap langkah kita merupakan bagian dari cerita besar yang belum sepenuhnya kita pahami.
Pada usia 54 tahun ini, aku menyadari bahwa hidup adalah perjalanan yang tak selalu mulus. Banyak lika-liku yang harus ditempuh, tetapi lebih dari itu, aku belajar bahwa hidup bukan hanya tentang tujuan yang ingin dicapai, melainkan tentang bagaimana kita menjalani setiap langkah dengan penuh kesadaran dan makna. Terkadang, dalam perjalanan ini, kita menemukan sebuah pemahaman yang jauh lebih dalam dari yang kita bayangkan.
Malam itu, di dalam pesawat, aku teringat pada ayahku, seorang ustaz yang selalu mengajarkan aku untuk tidak berhenti belajar, mencari makna di balik setiap peristiwa, dan selalu meyakini bahwa takdir-Nya adalah bagian yang tak terpisahkan dari hidup kita. "Takdir itu seperti sungai, Anto," katanya. "Ia akan mengalir dengan sendirinya, meskipun kita tidak selalu tahu ke mana arusnya membawa kita. Yang penting adalah kita mengikutinya dengan hati yang ikhlas".
Kata-kata itu menjadi pegangan hidupku, terutama saat aku menghadapi tantangan besar. Seperti ketika aku memutuskan untuk melangkah lebih jauh dalam karierku sebagai Ketua Ikatan Wartawan Online Indonesia di Kepulauan Riau, atau saat aku harus berpindah dari satu tahap pendidikan ke tahap berikutnya. Setiap kali aku merasa lelah atau ragu, kata-kata itu kembali mengingatkanku: "Ikuti aliran takdir dengan ikhlas".
Perjalanan hidupku dimulai dari sebuah desa kecil di Jeneponto, Sulawesi Selatan. Lahir dan dibesarkan di sana, aku tak pernah membayangkan bisa sampai sejauh ini. Pendidikan dasar yang kutempuh di SD Negeri No. 39 Sapaloe, dilanjutkan dengan SMP di Kelara, dan SMEA di Jeneponto, adalah fondasi pertama yang mengajarkan arti pentingnya ilmu. Di sana, aku belajar lebih dari sekadar pelajaran di buku; aku belajar bahwa hidup ini sendiri adalah pelajaran yang mengandung makna lebih dalam.
Kemudian, aku melanjutkan pendidikan ke STKIP Yanti Jeneponto, meraih gelar sarjana, dan akhirnya melanjutkan studi S2 di Universitas Muhammadiyah Makassar. Perjalanan panjang ini mengajarkan banyak hal tentang ketekunan, tentang menghadapi tantangan, dan tentang pentingnya keinginan untuk terus berkembang.
Namun, hidup ini lebih dari sekadar pencapaian pribadi. Sebagai seorang jurnalis, aku belajar untuk menyampaikan kebenaran, untuk memberi suara kepada mereka yang tidak terdengar, dan untuk menjaga agar setiap informasi yang kutulis tidak hanya akurat, tetapi juga bermakna. Setiap tulisan yang kubuat, aku berharap bisa memberi perspektif baru yang dapat membawa perubahan, meski dalam skala kecil sekalipun.
Aku juga memahami pentingnya berbagi ilmu sepanjang perjalanan ini. Ketika memutuskan untuk melanjutkan studi S3 di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta, aku tidak hanya mencari gelar, tetapi juga pencarian batin yang lebih dalam. Di sana, aku menemukan banyak pemikiran baru yang membuka wawasanku lebih lebar, menyadarkan bahwa hidup adalah proses tanpa akhir, dan kami semua adalah pembelajar yang tidak pernah berhenti.
Aku tidak dapat menempuh perjalanan ini seorang diri. Yanti, istriku, adalah pendorong utama dalam hidupku. Dia selalu memberi semangat, memberi perspektif baru, dan yang terpenting, menjadi penyeimbang dalam hidupku. Dalam setiap percakapan, ia selalu mengingatkanku untuk tidak terlalu fokus pada tujuan akhir, tetapi untuk menikmati perjalanan itu sendiri. "Hidup ini adalah kesempatan untuk memberi," katanya dengan lembut. "Jangan pernah menunggu untuk menerima, karena dengan memberi, kita justru menerima lebih banyak".
Pagi-pagi sekali, setelah tiba di Jakarta, aku melanjutkan rutinitasku. Sebagai ketua wartawan, aku memikul tanggung jawab besar. Namun, aku tidak melihatnya sebagai beban. Ini adalah kesempatan untuk mengasah diri dan memberikan kontribusi yang berarti. Jakarta adalah tempat bertemunya ide-ide besar, dan aku merasa beruntung bisa menjadi bagian dari perubahan yang lebih besar.
Setiap pagi, aku mulai dengan olahraga, meditasi singkat untuk mengingatkan diri tentang tujuan hidup yang lebih tinggi. Meski Jakarta terasa panas, aku tahu tubuh yang sehat adalah kunci untuk terus berkarya. Saat berolahraga, aku merenungkan apa yang akan kutulis hari ini, dan bagaimana setiap karya bisa memberi dampak positif bagi masyarakat.
Dalam setiap langkah hidupku, aku semakin yakin bahwa hidup ini adalah tentang memberi—memberi ilmu, waktu, perhatian, dan yang terpenting, memberi cinta pada segala yang ada di sekitar kita. Takdir akan membawa kita ke tempat yang tepat, asalkan kita menjalani hidup dengan kesadaran penuh dan niat untuk memberi sebanyak mungkin.
Malam itu, saat aku kembali memandang langit penuh bintang, aku merasa tenang. Aku tahu bahwa setiap langkah yang kutempuh adalah bagian dari takdir yang sudah digariskan. Yang perlu aku lakukan adalah terus berjalan, terus belajar, dan terus memberi. Karena hidup yang bermakna adalah hidup yang selalu memberi, meski kita tidak tahu apa yang akan kita terima sebagai balasannya.
Penulis: Nursalim, M.Pd., Ketua Ikatan Wartawan Online Indonesia Provinsi Kepulauan Riau.