Prof Denny Indrayana Tuding Penetapan Tersangka Kementan SYL Bermuatan Politis
Kamis, 15-06-2023 - 20:02:25 WIB
|
Prof Denny Indrayana. (Foto: Twiter) |
Jakarta - Penetapan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka Korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di nilai bermuatan politis.
Hal ini disampaikan, Prof Denny Indrayana mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, ( Wamen Menkumham) era Susilo Bambang Yudoyono (SBY).
Prof Denny, yang juga pakar hukum tata negara menyebut, penetapan tersangka terhadap Syahrul Yasin Limpo dinilai untuk menggoyang Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres).
Syahrul merupakan kader Partai NasDem yang kedua, setelah sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate terjerat kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kemenkominfo.
"Yang ditarget menjadi tersangka lagi-lagi adalah lawan oposisi. Seorang menteri dengan inisial SYL. Tujuannya jelas, mengganggu koalisin KPP dan menjegal pencapresan Anies Baswedan," kata Denny Indrayana dalam cuitan pada akun media sosial Twitter, Selasa (14/6/2023).
Denny yang merupakan calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Demokrat ini menegaskan, gangguan tersebut akan semakin mengukuhkan Partai NasDem untuk tegas mengusung Anies Baswedan sebagai capres di Pilpres 2024.
"Dalam satu pertemuan elit partainya, Surya Paloh dikabarkan menegaskan, 'Abang ini jangan masuk penjara, dibunuh pun tetap tidak akan berubah mendukung Anies Baswedan," ungkap Denny.
Denny menyebut, hukum kini benar-benar direndahkan menjadi alat untuk mengganggu koalisi dan penentu arah pencapresan.
Denny bahkan mengutarakan, terdapat Pimpinan KPK yang menemui seorang menteri di Kabinet Indonesia Maju. Namun, Denny tidak mengungkap jelas identitasnya.
"Di informasi lain, pimpinan KPK datang ke seorang Menteri senior, menyatakan telah lengkap bukti, dan meminta izin Presiden untuk mentersangkakan seorang pimpinan parpol.
da empat dugaan kasus korupsi, soal kardus, pembangunan kantor partai, pembangunan beberapa rumah keluarga, sampai gratifikasi mobil mewah.
Sang menteri senior mengatakan, jalankan saja sesuai bukti dan proses hukum," papar Denny.
"Sang pimpinan parpol masih selamat hingga kini, karena tetap berada di barisan koalisi Jokowi. Izin dari Presiden pun tidak kunjung turun ke KPK," sambungnya.
Denny khawatir perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK hanya akan digunakan dalam memuaskan hasrat penguasa untuk kepentingan politik.
Dia juga menduga, setelah diperpanjang setahun masa jabatan Firli Bahuri melalui MK, maka bergerak cepat untuk memilah dan memilih kasus, memukul lawan oposisi, dan merangkul kawan koalisi.
Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengaku telah meminta keterangan sejumlah pihak terkait penyelidikan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) diantaranya Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang diduga terseret kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Pengusutan dugaan korupsi di Kementan ini merupakan tindak lanjut atas laporan masyarakat yang diterima lembaga KPK, dan berdasarkan laporan itu ditindaklanjuti dan ditelisik," ujar Ali sambil berjanji akan menyampaikannya ke publik.
Ali Fikri menjelaskan, kasus ini masih pada proses penyelidikan, lebih lanjut akan disampaikan perkembangannya.
Dilansir JawaPos.com, Syahrul Yasin Limpo, selaku Menteri Pertanian, diduga bersama-sama dengan anak buahnya, KSD (Sekjen Kementerian Pertanian 2021 s/d sekarang) & HTA (Direktur Pupuk Pestisida 2020-2022 / Direktur alat mesin pertanian tahun 2023) melakukan perbuatan tindak pidana korupsi.
Adapun perkara korupsi yang dituduhkan dalam bentuk pemerasan, gratifikasi, hingga pencucian uang, terjadi di lingkungan Kementerian Pertanian Th. 2019-2023.
Diduga tindak pidana korupsi ini, terkait masalah penyalahgunaan SPJ yang notabene termasuk keuangan negara, gratifikasi, suap menyuap, pembantuan, bersama-sama perbuatan berlanjut, penggabungan beberapa perkara lainnya.
Atas perbuatannya, mereka disangka melanggar Pasal 12 E dan atau Pasal 12B UU No. 20 / 2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 dan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU jo Pasal 56 dan Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (Dig)
Komentar Anda :