Pasca Naik BBM, Partai Buruh dan Organisasi Serikat Buruh Berencana akan Menggelar Aksi 6 September
Jakarta - Pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintah hari Sabtu (3/9/2022) kemeren, Partai Buruh dan organisasi serikat buruh berencana akan menggelar aksi besar-besaran pada Selasa (6/9/2022) pekan depan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebutkan, serikat buruh menolak kenaikan harga BBM) menghawatirkan memicu terjadinya lonjakan sembilan bahan pokok (Sembako) dan berpengaruh terhadap inflasi hingga terjadinya ledakan pemutusan hubungan (PHK).
Menurut Said Iqbal, dengan naiknya harga BBM akan berimbas menurunkan daya beli masyarakat hingga 30% dan bisa dipastikan lonjakan harga sembako bisa dipastikan akan naik.
Kenaikan harga BBM ini juga dianggap berpengaruh terhadap inflasi. Saat inflasi melambung, upah buruh tidak kunjung naik.
"Penyebab turunnya daya beli adalah peningkatan angka inflansi menjadi 6,5 persen hingga 8 persen, sehingga harga kebutuhan pokok akan meroket," tuturnya.
Di sisi lain, sebut Said Iqbal, upah buruh tidak naik dalam 3 tahun terakhir. Bahkan Menteri Ketenagakerjaan sudah mengumumkan jika Pemerintah dalam menghitung kenaikan UMK 2023 kembali menggunakan PP 36/2021. "Dengan kata lain, diduga tahun depan upah buruh tidak akan naik lagi," tambahnya.
"Terkesan sekali pemerintah hanya mencari untung di tengah kesulitan rakyat," ujar Said.
Sebagai bentuk penolakan, Said mengatakan serikat buruh bersama Partai Buruh akan berunjuk rasa pada Selasa, 6 September.
"Demo digelar di Jakarta dan akan berpusat di DPR," pungkas Said, Minggu (4/9/2022).
Menurut Said,aksi penolakna BBM ini juga dilaksanakan digelar di 33 provinsi dengan aksi serupa mulai dari di Bandung, Semarang, Surabaya, Jogjakarta, Banda Aceh, Medan, Batam, Padang, Pelanbaru. Bengkuku, Lampung, Banjarmasin, Samarinda, dan Pontianak. Selain itu juga di Makassar, Gorontalo, Sulawesi Utara, serta di Ambon, Ternate, Mataram, Kupang, Manokwari, dan Jayapura.
"Jika aksi 6 Septemberi tidak didengar pemerintah dan DPR, pihaknya akan melakukan aksi lanjutan. Partai Buruh dan KSPI akan mengorganisir aksi lanjut dengan mengusung isu; tolak kenaikan harga BBM, tolak Omnibus Law dan naikkan upah tahun 2023 sebesar 10 sampai 13 persen," ujar Said.
Terkait dengan bantuan subsidi sebesar Rp150 ribu selama 4 bulan kepada buruh, menurut Said Iqbal ini hanya 'gula-gula saja' agar buruh tidak protes. "Tidak mungkin uang Rp150 ribu akan menutupi kenaikan harga akibat inflansi yang meroket," sebutnya.
"Terlebih kenaikan ini dilakukan di tengah negara lain menurunkan harga BBM. Seperti di Malaysia, dengan RON yang lebih tinggi dari Pertalite, harganya jauh lebih murah," keluhnya.
Sementara, Survei nasional yang digelar oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 13-21 Agustus 2022 mengungkapkan sebanyak 58,7 persen masyarakat tidak setuju harga BBM naik.
Dalam rentang waktu survei itu dilakukan, isu kenaikan BBM tengah menjadi perbincangan karena Presiden Jokowi berkali-kali menyinggung soal subsidi BBM yang terus membengkak hingga Rp 502 triliun.
"Hampir 60 persen masyarakat menyatakan sebaiknya BBM tidak dinaikkan, walaupun itu akan menambah utang. Jadi kalau kebijakan menaikan BBM itu bukan kebijakan populer di pemerintah," ujar Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam konferensi pers secara daring, Minggu, 4 September 2022.
Menurut mayoritas responden, meski saat ini harga minyak dunia sedang naik, pemerintah harus mencari cara untuk menahan kenaikan di dalam negeri, termasuk dengan cara berutang. Sementara untuk responden yang setuju dengan kenaikan harga BBM ada di angka 26,5 persen.
Responden yang setuju dengan harga BBM naik, karena memaklumi harga minyak dunia yang saat ini tengah melonjak. Maka untuk menekan pengeluaran APBN, responden setuju harga BBM dinaikkan.
Survei ini dilakukan LSI dengan mewawancarai secara langsung 1.220 responden yang sudah berusia 17 tahun atau lebih dan dipilih secara random (multistage random sampling). Margin of error dari ukuran sampel tersebut sebesar kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan asumsi simple random sampling.
Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20 persen dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control itu tidak ditemukan kesalahan berarti.
Kebijakan pemerintah yang mengubah subsidi dari bentuk pengontrolan harga barang ke subsidi lansung melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) juga tampak kurang mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Sebanyak 58,1 persen setuju jika subsidi dialokasikan dalam bentuk harga barang sehingga dapat dinikmati oleh semua masyarakat. Sementara responden yang memilih subsidi langsung seperti bantuan langsung tunai atau BLT berada di angka 39,5 persen. (Zai)
Komentar Anda :